• Home
  • About Us
  • CATEGORIES
    • WORK
    • TRAVEL
    • BEAUTY
    • ETC
  • Features
    • Books
    • Movies
    • Music
    • OUT AND ABOUT
      • Eat
      • Stay
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
  • By Author
    • Amanda
    • Dewanti
    • Christie
    • Mutiara
    • Noriko
    • The Working Girls
  • Social
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Contact Us

The Working Girls

for all the working girls trying to survive the world

Akhirnya saya balik lagi nulis di blog ini, setelah kemaren – kemaren gak ada ide sama sekali. Kali ini saya mau bahas pengalaman saya nonton Konser BTS Wings Tour Live in Jakarta tanggal 29 April 2017. Nonton sama siapa Mut? Sendiri aja kok hehe (Yep you got it right, sendiri). Ini blog tentang working girls kok bahas konser ? Karena saya yakin banyak juga working girls diluar sana yang suka juga nonton konser, jadi sekedar sharing aja.

Tulisan ini akan saya bagi menjadi 2 part. Pre-concert dan Concert Time. Oke kita mulai dulu dengan bagian pertama dari tulisan ini ya. Saya akan membuka tulisan ini dengan kesimpulan:

“Last night BTS concert was dope, but the everything else were sucked big time. I literally had the worst pre-concert ever”
Wrote by The Working Girls



 
India and its vibrant colors. (Agra Fort, 2016)


Kejadiannya sudah 6 bulan yang lalu saat pelecehan seksual itu saya alami, namun masih membekas diingatan ini bagaimana laki-laki itu mengambil kesempatan saat saya sedang tertidur pulas di kamar hostel saya di India. Tidak, saya tidak mabuk. Baju tidur yang saya pakai pun celana panjang dan kaos kebesaran. Tapi nyatanya, saya menemukan laki-laki itu mengangkat tangannya dari kaki saya dan pergi begitu saja setelah akhirnya saya terbangun.

Jam 3 pagi saat itu dan sulit untuk saya mencerna apa yang baru saja terjadi. Saya menangis dan gemetar memikirkan apa yang akan terjadi jika tadi saya tidak bangun. Pagi harinya saya menceritakan kejadian itu ke dua teman yang kebetulan menjadi teman perjalanan saya. Kebetulan hari itu hari terakhir kami ada di Jaipur, sebelum keluar saya memutuskan untuk melaporkan hal tersebut ke staff hostel, saya ingin memastikan apakah ia melihat siapa laki-laki yang semalam masuk ke kamar. Sayang, petugas itu juga tidak melihat karena ia pun sudah tidur. Karena masih sedikit shock dan tidak tau apa lagi yang harus dilakukan, saya akhirnya memutuskan untuk melupakan kejadian semalam.

Namun tidak dengan teman saya, ia memaksa staff hostel untuk melapor ke atasannya dan menanyai tamu lain satu per satu supaya saya bisa menemukan laki-laki itu. Ia tegas mengatakan kejadian ini tidak seharusnya terjadi dan harus diselesaikan. Tanpa ingin membuat usahanya sia-sia, saya meminta teman saya untuk berhenti. Saya hanya ingin keluar dari tempat itu secepat mungkin dan melupakan apa yang terjadi semalam. Saya tidak mau masalah ini menjadi semakin panjang.

Teman saya kecewa, dia ingin saya tetap berjuang. Saya pun sadar, seharusnya saya tetap berjuang.

Sejak kembali ke Indonesia beberapa hari setelahnya, tidak satu haripun saya berhenti menyesal mengapa saat itu saya lebih memilih diam dan melupakan kejadian tersebut. Seharusnya saya memaksa staff hostel untuk membantu saya mencari laki-laki itu dan melakukan perlawanan. Seharusnya saya segera melapor ke pemilik hostel agar ia dapat memastikan hal yang saya alami tidak akan dialami orang lain. Saya menyesal mengapa saya lebih memilih pergi seakan kejadian itu wajar saja terjadi.

Untuk teman-teman semua terutama perempuan yang senang bepergian, pesan saya supaya lebih berhati-hati lagi dalam memilih penginapan. Apalagi jika kalian solo traveller dan memilih tinggal di hostel untuk menghemat budget. Pastikan hostel kalian punya review yang baik dan tingkat keamanan yang tinggi. Jangan mementingkan harga murah namun tidak peduli dengan keamanan dan kenyamanan. Saya menganggap apa yang terjadi kemarin adalah kesialan, ya, shit happened. Tapi kejadian itu akan saya jadikan pembelajaran agar lebih waspada dan tidak lengah.

Setelah apa yang saya alami saat itu, saya semakin menyadari bahwa pelecehan seksual bisa terjadi kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun. Perempuan tidak akan pernah merasa aman selama laki-laki masih menganggap pelecehan seksual itu sah-sah saja karena perempuan akan diam saja. Perempuan masih harus sibuk memilih baju yang ‘pantas’ supaya tidak mendapat siulan saat berdiri di pinggir jalan. Perempuan masih akan tetap menjadi korban selama laki-laki masih menganggap pelecehan seksual pantas dilakukan karena perempuan yang mengundang.

Untuk semua perempuan yang pernah mengalami pelecehan seksual, jangan pernah lagi kalian diam. Melawanlah. Kita tidak akan langsung mendapat respon positif saat kita melawan. Mereka mungkin akan tertawa, atau justru makin gencar menggoda. Kita akan disebut melebih-lebihkan atau justru kita yang disalahkan. Namun jangan pernah diam, jangan. Jangan pernah diam saat dilecehkan sampai hal itu menjadi kebiasaan. Jangan pernah diam saat dilecehkan sampai akhirnya mereka yang akan diam.

Untuk semua perempuan, keep in mind that this is our battle. Kita bukan dan tidak boleh menjadi objek kesenangan para lelaki. Tubuh ini milik kita sendiri dan bukan untuk dinikmati. So why choose golden when your voice could be a diamond?

- Christie
Wrote by The Working Girls

Rush hour in Jatinegara, East Jakarta




People say Jakarta is the city to hate. Pollution, people, traffic congestion, pickpockets, more people... What's not to hate, right?

Wrong.

I might be one of the very few, but I love Jakarta. I won't be one of those people who claim to hate the city but never leave it. I fully embrace Jakarta's organized clutter. I love taking rides on haphazardly-driven minibuses. I love taking public transportation while I people-watch as I stuff my ears with my favorite music. I love eating street food with questionable health standards but indulge the taste buds while sitting on stools on the sidewalk overlooking the glorious traffic congestion. I love how I can wait in front of my house for a man to come stitch my jeans or fix the heel of my shoe (yay informal economy!). I love bonding with other commuters over how bad the public service is.

I lived and worked in the city for 3 years and it did take some getting used to. On my first day of field work, I was held at knife point by a man in a bus while another demanded for my phone and wallet. Just a couple of months later, I punched a man at a bus stop for attempting to steal my phone. And early last year I witnessed the deadly terrorist attack at the city center.

Aftermath of the terrorist attack in Central Jakarta in February 2016 


You'd think that I'd hate Jakarta and that I'd be traumatized from ever living in this city again. Well, I did sob unattractively as the thieves pushed me off the bus after they took my phone and I could still feel the blade of their knife nudging my back. I also yelled frantically and used all the Indonesian swear words I knew when I punched the man who tried to take my phone. I shook uncontrollably as I saw blood and dead bodies after the terrorist attack. It should have been traumatizing but I actually rode those buses and visited the city center again the very next day (of course, after those incidents I would always have two pepper sprays in my bag. Safety first :p).

It's like those toxic relationships you see in movies: girl loves bad guy even though she knows he's bad for her. They have a fun steamy relationship at first but the girl gets tired of the guy's antics. Eventually they break up or the guy changes for the better and gets to keep the girl.

But right now, I'm with another guy; Rotterdam. He's probably better for me; he's smart and mature, and he's quite the eye candy! He's seasoned and well-respected, too. Rotterdam is great and I'd be lying if I said I didn't enjoy living here. Everything is organized and sophisticated. Everything has a time and place. No clutter, no street vendors, no near-death experiences during bus rides.

Rotterdam cityscape from Euromast


Surely I won't miss Jakarta, right?

Wrong.

I miss street vendors. I miss morning and evening rush hours. I miss taking the train and complaining to other passengers that it never comes on time. I miss people-watching with my trustee iPod. Hell, I even miss swearing at selfish bus passengers who won't give up a seat to the elderly.

When I applied for masters here in the Netherlands, I may have mentioned one too many times about how much I love Jakarta and how I want to fix the city when I come back. Sure it needs fixing, but Jakarta isn't so bad after all; it's a great city with many opportunities. Embrace it and maybe you'll love it like I do.


-Dewanti



Wrote by The Working Girls


Hello ladies!
Setelah serial prep and prime di post sebelumnya, kali ini aku akan melanjutkan sharing mengenai my makeup essential untuk ke kantor yang terdiri dari area mata dan bibir. So keep on reading ya ;) 

Wrote by The Working Girls



"makeup apa sih yang paling basic yang setidaknya perlu untuk kita punya?"

Wrote by The Working Girls

Undangan seleksi substansi LPDP

Halo!

Kalau di post sebelumnya kita udah bahas tentang persiapan pendaftaran, maka di sini kita bahas seleksi substansi LPDP. Seleksi substansi terdiri dari 3 tes yaitu on-the-spot essay, leaderless group discussion, dan, yang paling bikin deg-degan, wawancara.

Sebelumnya saya ingatkan dulu, kalau kamu udah lulus seleksi administrasi, cek dan cek lagi jadwal kamu. Cek nomor kelompok, dan cek jam tes. Contohnya, saya tes di 2 hari yang berbeda, jadi saya catet di notebook, di notes HP, dan juga reminder di kalender HP dan kalender di kamar, biar ga kelewat. Dan jangan lupa siapkan semua dokumen, dari ijazah, transkrip, sertifikat IELTS, sampai surat rekomendasi. Jangan ada yg tertinggal!

Berikut adalah jadwal saya dulu. Oh ya, kalau kamu udah dinyatakan lolos seleksi administrasi, jadwal seleksi substansi akan diumumkan beberapa hari/minggu kemudian jadi sabar aja ya jangan recokin CSO kirim e-mail terus-terusan hehe. Sambil nunggu bisa cek kelengkapan dokumen dan bikin SKCK di Polres terdekat, karena akan diminta SKCK pada saat registrasi. Kalau dokumenmu lengkap dan kamu datang pagi, sehari jadi kok!

Jadwal wawancara, essay dan LGD. Jangan lupa di cek dan cek lagi!

Pertama-tama saya mau ingetin, jangan lupa sarapan! Saya waktu itu tes di STAN Bintaro, lumayan jauh dari rumah saya di Jakarta Timur jadi harus berangkat pagi. Saya bawa bekal roti isi selai cokelat 2 tangkap, susu kotak, dan air putih. Lumayan lah tahan sampai siang. Venue tesnya agak jauh dari tempat makan, jadi kalau kamu naik angkutan umum seperti saya lebih baik bawa makanan.

Oh ya, di sana panas banget dan nunggunya di luar, jadi bajunya menyesuaikan ya. Saya pakai celana bahan warna hitam, blus lengan pendek warna abu, dan blazer warna hitam. Jadi kalau panas blazernya dicopot, kalau di dalam ruangan (atau naik ojek dari stasiun kereta ke venue hehehe) dipakai.

Kalau universitas tujuanmu di luar negeri, maka seluruh proses seleksi substansi dilakukan menggunakan Bahasa Inggris, jadi persiapkan dengan baik! Inget-inget tes IELTS!


  1. ESSAY

Nah tes pertama saya waktu itu adalah essay on-the-spot. Untuk tes ini, soal-nya diambil dari excerpt berita -- ada 3 artikel dan kita diminta pilih salah satu untuk menjabarkannya lebih lanjut. Ini untuk menilai pengetahuan kita tentang isu-isu terkini dan kemampuan menulis kita. Untuk saya dulu (sebagai referensi, saya mengikuti seleksi substansi di bulan Februari tahun 2016), topiknya yaitu tentang tax amnesty, kantong plastik berbayar, dan...satu lagi lupa hahaha. Artikel ini diambil dari koran The Jakarta Post dan portal berita Viva. Ketiga topik ini lagi hot-hotnya dibahas di media waktu itu.

Jadi, kamu wajib baca berita setiap hari! Untuk saya, selain baca berita, saya juga baca bagian editorial/tajuk rencana untuk lebih mendalami isu dan melihat pandangan dari berbagai media untuk isu itu.

Saya sendiri waktu itu baca dan mencatat topik-topik yang lagi hot, dari tax amnesty, revisi UU terorisme, sampai female genital mutilation. Oh ya, jangan normatif, kamu harus menunjukkan pendapatmu juga terhadap isu itu. Contohnya, saya pilih tentang plastik berbayar (karena kebetulan pernah nulis juga pas masih jadi wartawan hehehehehe), saya tulis bahwa saya setuju kebijakan itu karena dapat mengurangi kebiasaan masyarakat dalam menggunakan plastik karena tidak ramah lingkungan.

Catatan di notebook mengenai isu-isu untuk LGD dan essay
  1. LGD

Yang kedua, leaderless group discussion. Di sini, kamu akan dikumpulkan di ruangan bersama belasan peserta lainnya untuk membahas suatu isu yang sudah ditentukan, dan diawasi dua psikolog yang akan muter-muter ruangan. Sebelum diskusi dimulai, kertas berisi artikel berita akan dibagikan dan peserta dipersilakan untuk membacanya. Ada kertas kosong yang disediakan untuk menuang ide-ide sebelum diskusi dimulai.

Waktu itu, kami diminta untuk membahas mengenai UU terorisme -- untungnya malam sebelum tes saya udah sempet baca-baca -- dan kami ceritanya roleplay sebagai staf ahli DPR. Jadi, pasal apa yang bisa kita tambahkan atau revisi, sesuai dengan perkembangan mutakhir.

Karena judulnya leaderless, maka jangan ada yang lebih dominan daripada yang lainnya. Dan semua harus mempunyai kesempatan untuk berbicara. Jangan karena pengen diliat pengawas jadi ngomong kebanyakan ya! Gapapa ngomong sekali-sekali, yang penting substantif dan solutif.

Saya sendiri pemalu dan ga biasa public speaking, jadi deg-degan banget. Untung dikasi kertas, jadi saya bisa tulis semua yang mau diomongin, karena kalau gugup pasti lupa.

Waktu itu saya cuma kasi satu masukan aja, yaitu "the law must include threats that are new to the 21st century, which is the Internet", karena banyak perekrutan oleh kelompok teroris yang dilakukan via Twitter misalnya.


Catatan di notebook untuk interview. Stay calm :D
  1. INTERVIEW

Yang terakhir dan yang paling bikin deg-degan, wawancara! Kamu akan dihadapkan dengan 3 orang pewawancara yang terdiri dari 2 dosen dan 1 psikolog. Kuncinya cuma 2, yaitu jujur dan persiapan, dengan begitu kegugupanmu akan berkurang. Ketiga pewawancara saya full menggunakan Bahasa Inggris, tapi beberapa teman lain ada yang wawancara menggunakan bahasa setengah-setengah hehe.

Seminggu sebelum saya tes, saya tulis di notebook beberapa pertanyaan yang mungkin ditanyakan. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Introduce yourself. Jangan sebatas "My name is Dewanti, I am 23 years old and I am a journalist", tapi buat pewawancara tertarik sama ceritamu. Ceritakan kenapa kamu ada di hadapan mereka, dan ceritakan cita-citamu.
  • Why did you choose this university and this field of study? Untuk menjawab pertanyaan ini, kamu harus betul-betul mengerti universitas dan jurusan yang kamu pilih seperti yang saya katakan di post sebelumnya.
  • Why Netherlands? Why not Indonesia? Karena saya mau mempelajari pembangunan kota, jawaban saya adalah karena Belanda merupakan contoh pembangunan dan manajemen kota yang baik. Lebih dari itu, belajar di lingkungan internasional dapat memberikan saya kesempatan untuk belajar dari keberhasilan dan kegagalan pembangunan kota negara lain.
  • Why isn't the masters study you chose linear to your bachelors study? Ini pertanyaan yang sudah saya antisipasi, karena S1 saya adalah Ilmu Hubungan Internasional sedangkan studi magister saya saya incar adalah pembangunan kota. Bagi saya, ilmu HI yang sudah saya pelajari sangat relevan dengan studi pembangunan kota, apalagi di era globalisasi.
  • What will you do after you graduate?

Dan semua pertanyaan di atas keluar, jadi saya udah tau mau jawab apa.

Tapi ada beberapa pertanyaan di luar dugaan. Misalnya, pada waktu itu saya menyatakan bahwa saya ingin menjadi praktisi di bidang pembangunan kota. Lalu salah satu pewawancara (yang ternyata urban planner dan Betawi asli!!) tanya, "So when you find a problem in Jakarta like traffic or flooding, what do you do?"


Jadi jangan terlalu terpatok sama catatanmu ya. Lebih baik tulis aja poin-poin yang akan menjadi jawabanmu dan kembangkan sendiri dari situ.


Bonus: LPDP Do's and Don'ts!


Do's

1. Be prepared
Yang paling utama dan paling mendasar adalah persiapan, dan persiapan memang membutuhkan kurang lebih satu tahun bagi saya. Persiapan yang diperlukan banyak banget, dari belajar untuk tes IELTS, mencari surat rekomendasi LPDP dari dosen dan praktisi yang relevan, mencari jurusan dan kampus yang kamu minati, menyusun rencana studi dan essay untuk pendaftaran, sampai dengan medical check-up. Dari sejak persiapan sudah membutuhkan komitmen yang cukup besar, jadi kamu harus pintar-pintar mengatur waktumu, apalagi kalau kamu sambil bekerja kayak saya.

2. Be honest
Kamu harus jujur mengenai kualifikasi dan pengalamanmu di biodata, dan kamu harus jujur untuk semua dokumen dan sertifikat yang kamu sertakan pada saat pendaftaran. Ngga cuma itu, kamu juga harus jujur pada saat wawancara.

3. Be certain
Kemantapan juga menjadi penentu, apakah itu kemantapan dalam jurusan atau universitas yang kamu pilih. Untuk saya sendiri butuh setidaknya 6 bulan riset intensif via internet dan tanya-tanya ke temen-temen yang udah kuliah untuk akhirnya mantep dengan pilihan jurusan dan kampus. Ditambah dengan 6 bulan untuk memperdalam jurusan dan kampus serta topik-topik yang akan dipelajari.


Don'ts

1. Half-ass your preparation
Seperti yang sudah saya bilang, dari sejak pendaftaran, LPDP membutuhkan persiapan yang matang dan komitmen yang besar.

2. Asal pilih sekolah
Jangan karena pengen S2 atau pengen jalan-jalan di luar negeri jadi asal pilih kampus dan jurusan, padahal kamu ngga terlalu minat. Kamu akan bingung sendiri menjawab pertanyaan pewawancara. Kalaupun diterima, nantinya akan merepotkan dirimu sendiri.

3. Exaggerate your qualifications
Akan lebih memuaskan kalau kamu mendapatkan beasiswa on your own merits. :)




Untuk yang akan segera melakukan tes substansi, jangan deg-degan dan semoga lancar! Dan untuk yang baru mau daftar, persipakan dengan baik, ya!


Terima kasih sudah menyimak, semoga bermanfaat!


-Dewanti

Wrote by The Working Girls
Saya (di belakang banget) beserta penerima beasiswa LPDP PK-63 lainnya (Facebook PK-63 Satya Nagari)

Halo!

Kurang 2 minggu lagi saya akan berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi S-2 di Erasmus University Rotterdam. Sebenernya saya masih sulit percaya kalau saya berhasil lolos tes universitas dan juga LPDP. Akhir-akhir ini ada beberapa teman saya yang bertanya gimana caranya biar lolos tes, mungkin saya bisa berbagi juga dengan temen-temen lainnya.

Sebelumnya, LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) ini adalah lembaga non eselon yang langsung bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan dan berpedoman pada kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Dewan Penyantun LPDP yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama. 

Ada beberapa jenis beasiswa yang dibiayai oleh LPDP, detailnya bisa dilihat di http://www.lpdp.kemenkeu.go.id.

Secara umum ada 2 tahapan, yaitu seleksi administrasi dan seleksi substansi, yang terdiri dari wawancara, essay on-the-spot dan leaderless group discussion. Ini akan dibahas di post berikutnya ya hehehe.

Yang bikin deg-degan setengah mati emang seleksi substansi, tapi tahap persiapan ga kalah penting! Saya sendiri mulai mempersiapkan sejak Januari 2015, yaitu sekitar 10 bulan sebelum mengajukan formulir ke universitas dan satu tahun sebelum pendaftaran ke LPDP. Emang lumayan lama, tapi bagi saya persiapan harus matang sebelum yakin betul akan pilihan saya. Saya daftar universitas dan mendapatkan Letter of Acceptance sebelum daftar ke LPDP.

Syarat untuk pendaftaran online universitas adalah (1) ijazah dan transkrip berbahasa inggris, (2) hasil tes bahasa inggris, (3) surat rekomendasi minimal 2, (4) curriculum vitae, (5) motivation statement.

Sedangkan untuk LPDP adalah (1) ijazah, (2) transkrip nilai, (3) rencana studi serta essay "Sukses Terbesar Dalam Hidupku" dan "Kontribusiku Bagi Indonesia", (4) sertifikat bahasa asing, (5) surat pernyataan bermaterai tidak sedang dan tidak akan menerima bantuan beasiswa magister dari sumber lain baik dalam negeri maupun luar negeri; Berkelakuan baik dan tidak pernah melakukan tindak pidana; Sanggup mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara setelah menyelesaikan studi; Sanggup menyelesaikan studi Magister sesuai dengan waktu yang tentukan, (6) bagi yang sedang bekerja, surat ijin belajar sesuai format LPDP, (7) surat rekomendasi sesuai format LPDP, (8) Letter of Acceptance dari kampus, (9) KTP, dan (10) Surat Keterangan Berbadan Sehat dan Bebas Narkoba dan ditambahkan Surat Keterangan Sehat Bebas dari Tuberculosis (TBC) untuk pendaftaran magister di luar negeri.


Sebelum melakukan pendaftaran, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu:

  1. Nabung! Sebelum mulai persiapan, kamu harus menyisihkan sejumlah uang dari gajimu karena ada beberapa pengeluaran yang harus kamu lakukan, dari tes IELTS, tes kesehatan, dan, kalau kamu tinggal di kota yang berbeda dengan kampus S1-mu seperti saya, pembelian tiket. Kamu pasti akan bolak-balik ke kampus untuk surat rekomendasi dan ijazah/transkrip Bahasa Inggris.
  2. Mencari jurusan dan kampus. Tahapan pertama yang akan menentukan perjalananmu adalah jurusan dan kampus yang kamu pilih. Memilih jurusan dan kampus tidak bisa asal, kamu harus tau betul minat dan kemampuanmu. Riset bisa dilakukan via internet atau ke education fair. Misalnya, karena saya sudah mantep pengen belajar tentang pembangunan kota, kata kunci yang saya cari pas browsing di internet adalah "urban development masters". Saya juga dateng ke European Higher Education Fair in Indonesia 2015 di Balai Kartini, lumayan jadi dapet insight pas ngobrol-ngobrol sama alumni-alumni yang hadir. Nah setelah pilih jurusan dan kampus, yang harus dilakukan adalah mencari tau course yang ditawarkan serta syarat-syarat yang diperlukan untuk pendaftaran. 
  3. Mempersiapkan surat rekomendasi. Pada umumnya, universitas akan minta surat rekomendasi setidaknya 2 atau 3. Biasanya minta ke atasan kantor dan ke dosen. Kalau bisa, kamu PDKT dulu sama atasan/dosen, jangan ada butuhnya aja baru nyari hohoho. Berhubung kampus S1 saya di Jogja, maka saya harus bolak balik beberapa kali untuk mendapatkan surat rekomendasi (gapapa, sekalian tilik kampus hehe). Selain surat rekomendasi untuk kampus, kamu juga harus mempersiapkan surat rekomendasi untuk LPDP setidaknya 1 buah.
  4. Mempersiapkan ijazah bahasa Inggris. Di Jogja, selain ketemu dosen, saya sekalian minta ke fakultas ijazah versi bahasa inggris. Untuk Fisipol UGM, biasanya yang diminta adalah fotokopi ijazah asli, dan pengerjaannya sekitar 2-3 hari kerja (tergantung apakah dekan sedang berada di kampus atau engga).
  5. Belajar untuk IELTS. Tes IELTS ini juga bikin deg-degan karena lumayan susah dan mahaaal. Saya tes di IALF Kuningan, harganya Rp 2,850,000. Mahal kan??? Makanya harus mempersiapkan dengan baik sebelum tes daripada ngulang. Karena saya waktu itu masih bekerja dan ga ada waktu luang, jadi saya belajar dari practice material punya teman (thanks kak Linda!!) tiap malam selama seminggu. IELTS ini diperlukan untuk pendaftaran universitas dan LPDP. Universitas saya dan LPDP minta minimal hasil tes IELTS 6,5.
  6. Mempersiapkan CV. Kalau kamu daftar di negara Uni Eropa, biasanya akan diminta CV Europass. Bisa digoogle dan diunduh templatenya kok!
  7. Mempersiapkan motivation letter. Universitas biasanya akan melihat motivasimu dari sini. Kamu harus menunjukkan apa kelebihanmu dan kenapa kamu berniat studi di bidang dan universitas yang kamu pilih. Kalau bisa, kamu juga harus menyatakan apa yang akan kamu lakukan setelah lulus dengan gelar barumu.
  8. Mempersiapkan rencana studi dan essay. Rencana studi yang saya susun meliputi course yang akan saya ambil, dengan menyertakan timeline dan periode belajar. Detail ini saya dapatkan dari para alumni yang baik pada saat education fair. Rencana studi harus disusun dengan detail biar kamu memahami dengan benar akan studimu. Ini biasanya juga akan ditanyakan pada saat wawancara LPDP. Untuk essay "Sukses Terbesar Dalam Hidupku" serta "Kontribusiku bagi Indonesia", ini bener-bener harus dari diri kamu sendiri! Saya sendiri memerlukan 2 bulan untuk nulis kedua essay ini karena bingung apa sukses dan kontribusi saya. Misalnya, sukses diterima di universitas idaman dan lulus dengan nilai yang baik, serta berkontribusi di RT/RW/kelurahanmu sudah sangat baik.
  9. Tes kesehatan. LPDP mensyaratkan adanya surat keterangan sehat dan bebas narkoba, serta bebas TB dari rumah sakit pemerintah. Saya melakukan tes kesehatan di RS Persahabatan Rawamangun, total mengeluarkan Rp 1 jutaan. Di gedung medical check-up, tinggal ke front desk bilang untuk pendaftaran LPDP, they know the drill. Pastikan kamu dalam kondisi prima sebelum melakukan tes kesehatan ya!


Kalau semua tahap di atas sudah kamu selesaikan, cek dan cek lagi sebelum kamu mengajukan pendaftaranmu. Pastikan tidak ada kesalahan.

Memang lumayan ribet dan perjalanannya sangat panjang. Makanya kita harus mempersiapkan semuanya dengan matang. Untuk teman-teman yang perlu contoh dokumen seperti CV Europass dan contoh format surat rekomendasi LPDP, bisa meninggalkan komen dengan emailnya ya! Atau yang udah kenal silakan kirim WhatsApp aja hehehe.

Tes substansi akan dibahas di blog post selanjutnya.

Untuk yang mau daftar, good luck and do your best!


-Dewanti
Wrote by The Working Girls
Newer Posts Older Posts Home

THE WORKING GIRLS

THE WORKING GIRLS
a lifestyle blog for working girls in Jakarta by us five working girls: Noriko, Mutiara, Christie, Dewanti, and Amanda

POPULAR POSTS

  • Pengalaman Seleksi Kementerian Luar Negeri (yang ternyata sudah) 3 Tahun yang Lalu
    “Tes masuk Kemlu susah ngga sih?”
  • Pengalaman BTS Wings Tour Live in Jakarta part 2 (Concert Time)
    “BTS are Dope”
  • Pengalaman BTS Wings Tour Live in Jakarta part 1 (Pre Concert)
    Akhirnya saya balik lagi nulis di blog ini, setelah kemaren – kemaren gak ada ide sama sekali. Kali ini saya mau bahas pengalaman saya nont...
  • My Top 5 Indonesian Drugstore Beauty Products
    Halo semuanya! Hari ini aku mau membahas sesuatu yang aku sukaaa sekali, yaitu tentang beauty products. Pasti banyak dari kalian yang ...
  • Review: Hostel di Korea Yang Cocok untuk Belanja Online - Seoul Grand Hostel Ewha Univ
    Akhirnya ngepost lagi sejak post terakhir tahun 2017, emang begini nasib blog nya kalo dipegang sama wanita - wanita wacana LOL. Sekar...
  • Why do Men Catcall? (Being Catcalled in Indonesia)
    Why do men catcall? Ini adalah salah satu pertanyaan yang selalu muncul di kepala gue dan sampai sekarang gue masih belum ...
  • Tips Beasiswa LPDP - Step 1: Persiapan
    Saya (di belakang banget) beserta penerima beasiswa LPDP PK-63 lainnya (Facebook PK-63 Satya Nagari) Halo! Kurang 2 minggu lagi s...
  • The Working Girls
    Thought we should start every blog with an introduction, shouldn't we? The Working Girls consists of five girls who met during our ...
  • In Sexual Harassment, Silence is Never Golden
      India and its vibrant colors. (Agra Fort, 2016) Kejadiannya sudah 6 bulan yang lalu saat pelecehan seksual itu saya alami, ...
  • Solo Trip to Chiang Mai
    Jadi trip nya ke Solo atau ke Chiang Mai? (Man, plz.)

CATEGORIES

  • By Amanda
  • By Christie
  • By Dewanti
  • By Mutiara
  • By Noriko
  • By TheWG
  • drugstore makeup
  • education
  • feminism
  • food
  • freelancer
  • India
  • indonesia
  • jakarta
  • Kemlu
  • law
  • LPDP
  • makeup
  • music
  • netherlands
  • other
  • pendidikan
  • rape
  • rape culture
  • recommendation
  • review: accommodation
  • review: beauty
  • review: concert
  • scholarship
  • studi magister
  • Thailand
  • travel
  • victim
  • woman
  • women
  • work
  • Yogyakarta

ARCHIVES

  • ▼  2019 (1)
    • ▼  December (1)
      • Review: Hostel di Korea Yang Cocok untuk Belanja O...
  • ►  2017 (5)
    • ►  September (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (13)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (4)

CONTACT US

Name

Email *

Message *

#THEWORKINGGIRLSS

Copyright © 2015 The Working Girls. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates