Why do Men Catcall? (Being Catcalled in Indonesia)




Why do men catcall?


Ini adalah salah satu pertanyaan yang selalu muncul di kepala gue dan sampai sekarang gue masih belum tahu jawabannya. Bahkan gue ngga tahu apa Bahasa Indonesia dari 'catcalling' ternyata. I had to google it. And I still don't know the correct Indonesian word for it.

Menurut gue, catcalling adalah pelecehan seksual dalam bentuk verbal. Namun, tidak semua orang merasa kalau catcalling ini adalah pelecehan seksual, apalagi para pelakunya, biasanya mereka hanya beranggapan catcalling adalah iseng-iseng belaka.

Kenapa gue memutuskan untuk menulis tentang catcalling?

Karena gue udah muak being catcalled almost on daily basis. Karena sebagian besar perempuan pasti pernah mengalaminya tetapi hampir tidak pernah membicarakannya. So I figured, why not talk about this?

Buat kalian yang belum tahu apa itu catcalling, coba sekarang kalian ingat-ingat, apakah kalian pernah berjalan kaki melewati segerombolan laki-laki, lalu mereka bersiul atau memanggil-manggil kalian:
"Hai cewek.."
"Hai cantik.."
"Cewek, sendirian aja? Mau ditemenin ngga?"
"Mau kemana cantik?"
"Senyum dikit dong, neng.. Kok cemberut aja?"
Dan lain sebagainya. Ya, itulah catcalling. Sebenarnya banyak contoh yang lebih ekstrim dan lebih obvious pelecehan seksualnya, sih, tapi semoga kalian sudah menangkap maksud gue.

Gue rasa sebagian besar wanita pernah mengalami hal tersebut, termasuk gue. Dulu waktu kuliah, kalau gue jalan kaki melewati segerombolan mas-mas, lalu gue digodain kayak gitu, gue mikirnya, "wah, gue segitu cantiknya apa, sampai mas-mas pinggir jalan aja godain gue." But that was the old stupid me who thought catcalling was a compliment. It actually wasn't. It never is.

Memasuki dunia kerja, gue semakin sering getting catcalled. Setiap hari, gue harus berjalan kaki dari rumah menuju stasiun dan melewati pangkalan ojek. Setiap gue lewat pangkalan ojek, pasti tukang ojek di sana manggil-manggil. Awalnya ya mereka memang menawarkan jasa ojeknya, "Ojek, neng?" Lama-lama, mereka tidak menawarkan jasa ojek, mungkin karena mereka tahu gue mau naik kereta. Yang ada, mereka manggil-manggil gue dengan, "Hai, cantik" atau "Berangkat sendirian aja nih si Mba" dan lain sebagainya. Gue merasa sangat risih dipanggil begitu. Panggilan-panggilan seperti itu udah ngga terasa sebagai pujian. Gue malah merasa attacked, takut, dan marah. Masuk stasiun, gue harus melewati lagi rombongan bapak-bapak yang sedang duduk. One of them actually had the nerve to say hi and whistled at me. Kemudian, teman-temannya yang lain ikut tertawa dan heboh. Gue ngga tahu harus bereaksi apa selain pasang muka jutek, giving them a major side eye, dan jalan saja terus. Saat pulang kantor dan sampai stasiun lagi, para tukang ojek itu biasanya sudah ngga ada. Jangan salah, gue tetap tidak bisa berjalan kaki dengan tenang. Justru suasana sepi seperti itu yang membuat semakin menyeramkan. Ketika harus berjalan kaki di gang yang sepi dan gelap, I was being catcalled again by a random asshole riding motorcycle. Dia cuma melewati gue tetapi sambil bilang "Ssst.. Ssst.. Cewe.. Sendirian aja nih?"

I was so angry I couldn't help myself. I raised my middle finger as he passed me by. I didn't know if he saw me doing that but it gave me a little relief. But then again, I felt scared because what if he saw me and followed me home? That was scary as fuck. And I still have to deal with that same old shit almost whenever I walk alone.

Pasti kalian langsung mikir dan menyalahkan pakaian gue. Perhaps some of you would think that I was dressing provocatively. Well, surprise! Gue pakai celana panjang, blouse, dan blazer atau jaket. Awalnya gue merasa, apa ini karena rok gue terlalu pendek? Atau karena blouse gue menerawang? Ternyata, saat gue pakai celana panjang dan jaket pun gue masih aja getting catcalled. Dan setiap gue jalan kaki pun, gue selalu pakai masker yang menutupi sebagian wajah gue, dari dagu sampai hidung, jadi sebenernya para pelaku catcall itu juga ngga lihat wajah gue seperti apa. Tetap saja gue dipanggil-panggil, digodain, disiulin. Dan gue pernah lihat dengan mata kepala gue sendiri, wanita berjilbab yang juga diperlakukan seperti itu. Berarti, it doesn't matter how you dress, whether you are pretty or ugly, fat or skinny, those men will catcall you anyway. Jangan victim-blaming, jangan salahkan gue yang tidak berjilbab, jangan salahkan pakaian gue. Para lelaki pelaku catcalling juga sering manggil-manggil hijabers dengan "assalamualaikum cantik" tanpa maksud yang jelas. Assalamualaikum yang arti sebenarnya mendoakan keselamatan pun malah dijadikan bahan candaan untuk mendegradasi perempuan.

Mungkin ada di antara kalian yang menganggap gue lebay karena semarah ini sama para pelaku catcalling. Mungkin ada yang berpikir, "they were just being friendly" or "they didn't mean to harass you, just chill out!"

No, I won't chill out.

Gue ngga suka diperlakukan seperti itu karena gue bukan objek. Gue bukan barang. Gue bukan objek yang tidak bernilai, yang bisa dipanggil-panggil dan diteriaki seenaknya seakan gue ngga ada artinya. Gue bukan objek yang bisa mereka lihat secara seksual. Gue manusia. Gue berhak marah ketika diperlakukan dengan tidak manusiawi. If they didn't mean to harass me, they would just shut up and leave me be. Let us women have our safe, peaceful walk, for God's sake!

Gue belum menemukan jawaban dari "why do men catcall" tadi. Apa karena mereka merasa superior sehingga bisa seenaknya terhadap perempuan? Apa karena mereka tidak pernah diajarkan menghargai perempuan? Apa karena rape culture yang sudah begitu mendalam di Indonesia? Gue belum tahu, apa yang ada di benak mereka saat mereka memutuskan untuk catcalling. Apakah tiba-tiba mereka punya ide, "Wah ada cewe lewat, panggil ah!" Dan setelah mereka catcalling, lalu apa? Mereka merasa puas? Mereka merasa lebih macho? Mereka merasa lebih maskulin? Mereka merasa lebih jantan? Apa mereka pernah berpikir bagaimana rasanya jadi perempuan yang harus berjalan kaki sendirian? Tell you what, walking alone as a woman is a difficult thing. Berjalan kaki sendirian di tengah keramaian mungkin masih tidak apa-apa, tetapi ketika harus berjalan sendirian di tempat yang sepi dan melewati segerombolan lelaki... Pasti setiap perempuan ada rasa takut.

Yang jelas, catcalling is never okay. Catcalling is not a friendly behavior. Gue tahu pembaca blog ini adalah orang-orang berpendidikan dan open minded (hopefully). Gue harap kalian tidak pernah catcalling dan jangan sampai melakukan itu, even just for fun, because it's never fun being catcalled. Sebelum kalian randomly nyiulin mba-mba cantik yang lewat, ask yourself, is it worth it? Do you really have to do it? What is your outcome? Will you feel better after doing that to a stranger? Will it make that woman feel embarrassed and scared? Kalau perlu bikin analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats)-nya dulu supaya kalian sadar, nothing good ever comes from catcalling.

-N

Share:

2 comments

  1. Sedih ya kalau lihat semua tindakan yang salah ini dianggap wajar

    ReplyDelete
  2. Mungkin yg berhijab jg kadang get catcalling, tapi intensitasnya lebih minimal. Saya sdh mencobanya kak. Yoi should try it too :)

    ReplyDelete