Wrote by The Working Girls
Akhirnya saya balik lagi nulis di blog ini, setelah kemaren
– kemaren gak ada ide sama sekali. Kali ini saya mau bahas pengalaman saya
nonton Konser BTS Wings Tour Live in Jakarta tanggal 29 April 2017. Nonton sama
siapa Mut? Sendiri aja kok hehe (Yep you got it right, sendiri). Ini blog tentang
working girls kok bahas konser ? Karena saya yakin banyak juga working girls
diluar sana yang suka juga nonton konser, jadi sekedar sharing aja.
Tulisan ini akan saya bagi menjadi 2 part. Pre-concert dan Concert Time. Oke
kita mulai dulu dengan bagian pertama dari tulisan ini ya. Saya akan membuka
tulisan ini dengan kesimpulan:
“Last night BTS concert was dope, but the everything else were sucked big time. I literally had the worst pre-concert ever”
Wrote by The Working Girls
Kejadiannya sudah 6 bulan yang lalu saat
pelecehan seksual itu saya alami, namun masih membekas diingatan ini bagaimana
laki-laki itu mengambil kesempatan saat saya sedang tertidur pulas di kamar
hostel saya di India. Tidak, saya tidak mabuk. Baju tidur yang saya pakai pun
celana panjang dan kaos kebesaran. Tapi nyatanya, saya menemukan laki-laki itu
mengangkat tangannya dari kaki saya dan pergi begitu saja setelah akhirnya saya
terbangun.
Jam 3 pagi saat itu dan sulit untuk saya mencerna
apa yang baru saja terjadi. Saya menangis dan gemetar memikirkan apa yang akan
terjadi jika tadi saya tidak bangun. Pagi harinya saya menceritakan kejadian
itu ke dua teman yang kebetulan menjadi teman perjalanan saya. Kebetulan hari
itu hari terakhir kami ada di Jaipur, sebelum keluar saya memutuskan untuk
melaporkan hal tersebut ke staff hostel, saya ingin memastikan apakah ia
melihat siapa laki-laki yang semalam masuk ke kamar. Sayang, petugas itu juga
tidak melihat karena ia pun sudah tidur. Karena masih sedikit shock dan tidak
tau apa lagi yang harus dilakukan, saya akhirnya memutuskan untuk melupakan
kejadian semalam.
Namun tidak dengan teman saya, ia memaksa
staff hostel untuk melapor ke atasannya dan menanyai tamu lain satu per satu
supaya saya bisa menemukan laki-laki itu. Ia tegas mengatakan kejadian ini
tidak seharusnya terjadi dan harus diselesaikan. Tanpa ingin membuat usahanya
sia-sia, saya meminta teman saya untuk berhenti. Saya hanya ingin keluar dari
tempat itu secepat mungkin dan melupakan apa yang terjadi semalam. Saya tidak
mau masalah ini menjadi semakin panjang.
Teman saya kecewa, dia ingin saya tetap
berjuang. Saya pun sadar, seharusnya saya tetap berjuang.
Sejak kembali ke Indonesia beberapa hari
setelahnya, tidak satu haripun saya berhenti menyesal mengapa saat itu saya
lebih memilih diam dan melupakan kejadian tersebut. Seharusnya saya memaksa
staff hostel untuk membantu saya mencari laki-laki itu dan melakukan
perlawanan. Seharusnya saya segera melapor ke pemilik hostel agar ia dapat
memastikan hal yang saya alami tidak akan dialami orang lain. Saya menyesal
mengapa saya lebih memilih pergi seakan kejadian itu wajar saja terjadi.
Untuk
teman-teman semua terutama perempuan yang senang bepergian, pesan saya supaya
lebih berhati-hati lagi dalam memilih penginapan. Apalagi jika kalian solo traveller
dan memilih tinggal di hostel untuk menghemat budget. Pastikan hostel kalian punya
review yang baik dan tingkat keamanan yang tinggi. Jangan mementingkan harga
murah namun tidak peduli dengan keamanan dan kenyamanan. Saya menganggap apa
yang terjadi kemarin adalah kesialan, ya, shit happened. Tapi kejadian itu akan
saya jadikan pembelajaran agar lebih waspada dan tidak lengah.
Setelah apa yang saya alami saat itu, saya
semakin menyadari bahwa pelecehan seksual bisa terjadi kapanpun, di manapun,
dan kepada siapapun. Perempuan tidak akan pernah merasa aman selama laki-laki
masih menganggap pelecehan seksual itu sah-sah saja karena perempuan akan diam
saja. Perempuan masih harus sibuk memilih baju yang ‘pantas’ supaya tidak
mendapat siulan saat berdiri di pinggir jalan. Perempuan masih akan tetap
menjadi korban selama laki-laki masih menganggap pelecehan seksual pantas
dilakukan karena perempuan yang mengundang.
Untuk semua perempuan yang pernah mengalami
pelecehan seksual, jangan pernah lagi kalian diam. Melawanlah. Kita tidak akan
langsung mendapat respon positif saat kita melawan. Mereka mungkin akan tertawa,
atau justru makin gencar menggoda. Kita akan disebut melebih-lebihkan atau
justru kita yang disalahkan. Namun jangan pernah diam, jangan. Jangan pernah
diam saat dilecehkan sampai hal itu menjadi kebiasaan. Jangan pernah diam saat
dilecehkan sampai akhirnya mereka yang akan diam.
Untuk semua perempuan, keep in mind that
this is our battle. Kita bukan dan tidak boleh menjadi objek kesenangan para lelaki. Tubuh ini milik kita sendiri dan bukan untuk
dinikmati. So why choose golden when your
voice could be a diamond?
- Christie
Wrote by The Working Girls
Rush hour in Jatinegara, East Jakarta |
People say Jakarta is the city to hate. Pollution, people, traffic congestion, pickpockets, more people... What's not to hate, right?
Wrong.
I might be one of the very few, but I love Jakarta. I won't be one of those people who claim to hate the city but never leave it. I fully embrace Jakarta's organized clutter. I love taking rides on haphazardly-driven minibuses. I love taking public transportation while I people-watch as I stuff my ears with my favorite music. I love eating street food with questionable health standards but indulge the taste buds while sitting on stools on the sidewalk overlooking the glorious traffic congestion. I love how I can wait in front of my house for a man to come stitch my jeans or fix the heel of my shoe (yay informal economy!). I love bonding with other commuters over how bad the public service is.
I lived and worked in the city for 3 years and it did take some getting used to. On my first day of field work, I was held at knife point by a man in a bus while another demanded for my phone and wallet. Just a couple of months later, I punched a man at a bus stop for attempting to steal my phone. And early last year I witnessed the deadly terrorist attack at the city center.
Aftermath of the terrorist attack in Central Jakarta in February 2016 |
You'd think that I'd hate Jakarta and that I'd be traumatized from ever living in this city again. Well, I did sob unattractively as the thieves pushed me off the bus after they took my phone and I could still feel the blade of their knife nudging my back. I also yelled frantically and used all the Indonesian swear words I knew when I punched the man who tried to take my phone. I shook uncontrollably as I saw blood and dead bodies after the terrorist attack. It should have been traumatizing but I actually rode those buses and visited the city center again the very next day (of course, after those incidents I would always have two pepper sprays in my bag. Safety first :p).
It's like those toxic relationships you see in movies: girl loves bad guy even though she knows he's bad for her. They have a fun steamy relationship at first but the girl gets tired of the guy's antics. Eventually they break up or the guy changes for the better and gets to keep the girl.
But right now, I'm with another guy; Rotterdam. He's probably better for me; he's smart and mature, and he's quite the eye candy! He's seasoned and well-respected, too. Rotterdam is great and I'd be lying if I said I didn't enjoy living here. Everything is organized and sophisticated. Everything has a time and place. No clutter, no street vendors, no near-death experiences during bus rides.
Rotterdam cityscape from Euromast |
Surely I won't miss Jakarta, right?
Wrong.
I miss street vendors. I miss morning and evening rush hours. I miss taking the train and complaining to other passengers that it never comes on time. I miss people-watching with my trustee iPod. Hell, I even miss swearing at selfish bus passengers who won't give up a seat to the elderly.
When I applied for masters here in the Netherlands, I may have mentioned one too many times about how much I love Jakarta and how I want to fix the city when I come back. Sure it needs fixing, but Jakarta isn't so bad after all; it's a great city with many opportunities. Embrace it and maybe you'll love it like I do.
-Dewanti
Wrote by The Working Girls
POPULAR POSTS
-
“Tes masuk Kemlu susah ngga sih?”
-
Akhirnya saya balik lagi nulis di blog ini, setelah kemaren – kemaren gak ada ide sama sekali. Kali ini saya mau bahas pengalaman saya nont...
-
Halo semuanya! Hari ini aku mau membahas sesuatu yang aku sukaaa sekali, yaitu tentang beauty products. Pasti banyak dari kalian yang ...
-
Why do men catcall? Ini adalah salah satu pertanyaan yang selalu muncul di kepala gue dan sampai sekarang gue masih belum ...
-
Akhirnya ngepost lagi sejak post terakhir tahun 2017, emang begini nasib blog nya kalo dipegang sama wanita - wanita wacana LOL. Sekar...
-
Saya (di belakang banget) beserta penerima beasiswa LPDP PK-63 lainnya (Facebook PK-63 Satya Nagari) Halo! Kurang 2 minggu lagi s...
-
Thought we should start every blog with an introduction, shouldn't we? The Working Girls consists of five girls who met during our ...
-
India and its vibrant colors. (Agra Fort, 2016) Kejadiannya sudah 6 bulan yang lalu saat pelecehan seksual itu saya alami, ...
CATEGORIES
- By Amanda
- By Christie
- By Dewanti
- By Mutiara
- By Noriko
- By TheWG
- drugstore makeup
- education
- feminism
- food
- freelancer
- India
- indonesia
- jakarta
- Kemlu
- law
- LPDP
- makeup
- music
- netherlands
- other
- pendidikan
- rape
- rape culture
- recommendation
- review: accommodation
- review: beauty
- review: concert
- scholarship
- studi magister
- Thailand
- travel
- victim
- woman
- women
- work
- Yogyakarta